17 April 2025 | admin3

Gorengan di Minyak Hitam Legam: Antara Candu Rasa dan Risiko Kesehatan

Di pinggir jalan kota-kota besar Indonesia, dari Jakarta hingga Surabaya, aroma gorengan menggoda tak pernah gagal memikat siapa pun yang melintas. Mulai dari tempe goreng, bakwan, risoles, hingga tahu isi—semua tersaji hangat di balik etalase kaca yang kadang buram oleh uap minyak panas. Namun di balik kelezatan yang bikin nagih itu, ada satu pemandangan yang sering terlewatkan tapi patut dipertanyakan: minyak goreng yang hitam legam dan terus dipakai berulang kali.

Warna Minyak, Rasa dan Risiko

Minyak goreng sejatinya memiliki batas pakai. Semakin sering digunakan https://devinenailspacolumbiasc.com/ dan semakin tinggi suhu penggorengan, struktur kimia dalam minyak akan berubah. Minyak yang awalnya jernih kuning keemasan berubah menjadi cokelat pekat, bahkan hitam legam. Namun, ironisnya, justru dari minyak inilah gorengan sering dianggap paling “renyah” dan “berasa.” Ada semacam mitos jalanan yang mengatakan, “kalau belum pakai minyak hitam, belum gorengan kaki lima yang asli.”

Rasa memang tidak bisa bohong. Gorengan dari minyak yang telah berkali-kali dipakai biasanya punya sensasi gurih yang tajam, tekstur renyah yang menggoda, dan warna keemasan yang khas. Namun, di balik kenikmatan itu, tersembunyi risiko kesehatan yang serius.

Bahaya di Balik Minyak Bekas

Minyak yang sudah hitam legam mengandung senyawa radikal bebas, akrolein, dan aldehid, yang berpotensi merusak sel tubuh dan memicu penyakit seperti kanker, jantung, hingga gangguan pencernaan. Tak hanya itu, menggoreng di minyak tua juga memungkinkan terbentuknya lemak trans, jenis lemak berbahaya yang meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kolesterol baik (HDL).

Menurut penelitian, minyak yang digunakan lebih dari empat kali tanpa disaring atau diganti berpotensi mengandung senyawa karsinogenik. Sayangnya, banyak pedagang gorengan tetap menggunakannya karena alasan efisiensi biaya. Minyak baru tentu mahal, sedangkan margin keuntungan dari sepotong gorengan sangat tipis.

Dilema Pedagang dan Konsumen

Bagi pedagang, penggunaan minyak berulang adalah soal bertahan hidup. Satu jeriken minyak bisa dipakai berkali-kali untuk menghemat pengeluaran. Mereka tahu risikonya, tapi tuntutan ekonomi tidak memberi banyak pilihan.

Sementara itu, konsumen sering kali memilih untuk menutup mata. Harganya murah, rasanya enak, dan tersedia di mana-mana. Apalagi, gorengan minyak hitam sering menjadi pendamping kopi, teman ngobrol, atau camilan saat hujan turun. Sensasi nostalgia dan kenyamanan sering kali mengalahkan kekhawatiran akan kesehatan.

Solusi dan Kesadaran

Sudah waktunya semua pihak mulai peduli. Konsumen bisa mulai selektif memilih tempat membeli gorengan, memperhatikan warna minyak, atau bahkan mulai membuat gorengan sendiri di rumah. Pemerintah dan dinas terkait juga bisa lebih aktif dalam edukasi pedagang kaki lima, memberikan pelatihan cara menjaga kualitas minyak dan mendorong penggunaan minyak yang lebih sehat.

BACA JUGA: Dahi Vada: Donat Lentil dalam Kuah Asam Kental yang Melekat di Lidah

Share: Facebook Twitter Linkedin